Habit training adalah penanaman kebiasan baik secara terencana. Menurut Charlotte Mason, habit training menyumbang sepertiga dari urusan pendidikan karakter. Sepertiga yang lain disumbang dari atmosfir (teladan orang-orang sekitar), dan sepertiga terakhir disumbang dari inspirasi ide-ide berharga (living books dan living ideas lainnya). Kebiasaan baik yang perlu ditanamkan adalah antara lain : mengasah kekuatan kehendak (the way of the will), ketajaman nalar, dan kedekatan hubungan dengan Tuhan secara personal. Itulah prinsip-prinsipnya. Soal teknis, Charlotte Masson menyerahkan kepada para orang tua untuk menemukan sendiri sesuai kepribadian anak yang dihadapi.
Dalam perspektif Charlotte Mason, disiplin itu ibarat menata potongan-potongan rel tempat kereta dengan gerbong-gerbongnya melaju. Tanpa arahan jelas dan terencana dari orangtua, berbagai kebiasaan berpikir dan bertindak yang keliru berebut tempat dengan kebiasaan-kebiasaan baik untuk menetap dalam karakter anak. Jika relnya terpasang acak-acakan, gerbong kehidupan anak akan berjalan tersendat-sendat, menubruk ke sana kemari akibat keputusan-keputusan yang keliru. Kalaupun ia cukup beruntung untuk sampai ke tujuan, banyaklah waktu dan kesempatan hidupnya yang terbuang sia-sia. – Ringkasan Vol. 6 A Philosophy of Education, pp. 94-111 (14).
Orangtua yang melihat arah tujuannya dan inti penuh kuasa dari metodenya, akan bisa memanfaatkan setiap situasi dari kehidupan sehari-hari anak sebagai kesempatan mendidik dan ia tidak harus merancangnya secara sengaja, begitu mudah, dan spontan. Entah anak sedang makan atau minum, entah ia sedang di rumah atau di perjalanan, saat dia bermain, selalu ia dalam proses pendidikan sepanjang waktu.” (Vol. 1, hlm. 9)
—
Kenalkan anak dengan ide-ide besar sampai pada tahap terinspirasi, jangan sampai pikiran anak terlalu dipenuhi dengan ide-ide ‘rendah’ yang dia dapatkan dari atmosfir rumah dan lingkungannya. Baru setelah anak pada tahap terinspirasi ini, akan muncul motivasi internal untuk berubah, lalu mulailah proses habit training ini. Keuntungan dari pembiasaan ini ada baiknya dikenalkan kepada anak untuk memotivasinya.
Habit training tidaklah cukup dengan sekedar meneladankan kebiasaan baik, tetapi orangtua juga harus melatihkannya secara konsisten, bertujuan, dan terencana. Kebiasaan apa yang ingin kita lihat ada dalam diri anak ? latihkanlah satu demi satu. Kalau satu kebiasaan sudah mantap, latihkanlah kebiasaan baik satunya lagi, dan seterusnya.
Pada prakteknya, penanaman kebiasaan baik ini merupakan pekerjaan yang perlu usaha keras. Namun, hal ini layak untuk diperjuangkan demi buah yang manis di kemudian hari. Habit training merupakan suatu bentuk sumbangan orangtua demi kebaikan masa depan anak-anak. Penanaman kebiasaan baik ini akan jauh lebih mudah jika si anak mempunyai kehendak yang sama dengan orangtua. Oleh karena itu, diperlukan dialog untuk mengenalkan ide tersebut. Jika si anak kemudian lupa dalam mempraktekkannya, si ibu bisa memberikan sedikit koreksi tanpa omelan. Misal ketika anak lupa untuk menutupkan pintu setelah masuk rumah, si ibu bisa memanggil anaknya secara baik-baik dan memberi sedikit petunjuk dengan melirik pintu yang terbuka. Akan lebih baik lagi jika diawal komitmen dengan anak dimintai ijin bahwa jika dia lupa, si ibu boleh mengingatkan.
Seorang murid saya di bulan-bulan terakhir dia sekolah datang ke rumah saya hampir tiap hari untuk les. Hingga akhirnya dia lulus sekolah dan mulai kuliah. Suatu hari dia katakan kepada saya, dia keluar rumah dan tanpa dia sadari dia telah berada di kompleks perumahan dimana saya berada. Inilah yang dimaksud dengan pembiasaan-pembiasaan itu. Karena telah terbiasa, tubuh mengontrol setiap gerak secara otomatis, yang kadang tanpa harus dipikirkan.
Metode Omelan dalam proses pembangunan kebiasaan baik selalu gagal mencapai tujuan. Mengapa omelan selalu tidak berhasil ? Ceritanya begini.. Syaraf akan menerima perintah, lakukan apa yang ibumu perintahkan. Jadi ketika tidak ada omelan, syaraf tidak akan memberi sinyal bahwa anak harus melakukan sesuatu. Anak bukan terbiasa dengan suatu kebiasaan baik tapi terbiasa untuk menerima perintah yang berbentuk omelan. Beda lagi jika semua ini dilakukan dengan perbincangan yang lebih sehat, misal “Ibu berjanji untuk selalu mengingatkanmu kan? :)” sambil memberi sedikit petunjuk atas apa yang anak lupakan.
Bagaimana jika si ibu merasa bahwa dirinya sendiri masih bermasalah dengan suatu kebiasaan baik yang ingin ditanamkan pada si anak? Charlotte Mason berpendapat bahwa tidak ada istilah terlambat bagi orang dewasa untuk mulai belajar menanamkan kebiasaan baik pada dirinya di usia berapapun. Dan justru inilah saatnya untuk mengenalkan anak atas konsep .. “Nobody is perfect”
Menghidupkan idola bisa menjadikan dorongan positif untuk anak dalam proses pembangunan kebiasaan baik ini. Idola ini bisa diambil dari buku-buku living books atau orang-orang di sekitar kita.
Banyak hal yang kita lakukan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan bertahun-tahun. Karena telah terbiasa ini, maka kita tidak memerlukan lagi proses berpikir untuk melakukannya, dan tidak pula menimbulkan tekanan. Disadari atau tidak, dalam sehari kita telah memutuskan mungkin ratusan keputusan bahkan ribuan, misal : bagaimana cara kita menyikat gigi, kaki mana pertama kita langkahkan keluar rumah, disisi tempat tidur mana kita tidur, dan sebagainya. Semua keputusan itu telah kita ambil tanpa merepotkan pikiran kita lagi untuk memutuskannya.
Hal yang sama dengan anak-anak, ketika karakter patuh sudah tertanam, maka dia tak perlu lagi bingung memutuskan “Apakah aku harus melakukan apa yang ibuku minta ? kapan? Aku lakukan sebagian aja kali ya ? bagaimana kalau aku gak patuh ya ?”
—
Membangun suatu kebiasaan baik hingga kebiasaan tersebut terimplementasi tanpa paksaan atau suruhan secara rutin akan membentuk suatu karakter yang baik di kemudian hari. Menurut Charlotte Mason, Karakter yang diwariskan oleh keluarga bisa diruntuhkan dengan pembangunan kebiasaan-kebiasaan baik ini. Karakter adalah hasil dari suatu kebiasaan. Seseorang dikenal sebagai orang berkarakter jujur karena dia sudah terbiasa berbuat jujur, bukan karena dia berlaku jujur pada saat itu saja.
Charlotte Mason mengajarkan keaktifan orangtua untuk membangun kebiasaan-kebiasan baik ini demi terwujudnya karakter yang diinginkan terbentuk pada diri si anak. Disadari atau tidak, setiap anak akan membangun kebiasaan-kebiasaan alami-nya sendiri. Jika tidak ada usaha untuk menanamkan kebiasaan baik, maka secara alami anak akan menjalani kebiasaan buruk.
Charlotte Mason mendefinisikan 60 kebiasaan baik, yaitu antara lain :
Decency and Propriety habits
1. Cleanliness
2. Courtesy
3. Kindness
4. Manners
5. Modesty and Purity
6. Neatness
7. Order
8. Regularity
(Mentioned only)
9. Candor
10. Courage
11. Diligence
12. Fortitude
13. Generosity
14. Gentleness
15. Meekness
16. Patience
17. Respect
18. Temperance
19. Thrift
Mental Habits
20. Attention
21. Imagining
22. Meditation
23. Memorizing
24. Mental Effort
25. Observation
26. Perfect Execution
27. Reading for Instruction
28. Remembering
29. Thinking
(Mentioned only)
30. Accuracy
31. Concentration
32. Reflection
33. Thoroughness
Moral Habits
34. Integrity (Priorities, Finishing, Use of Time, dan Borrowed Property)
35. Obedience
36. Personal Initiative
37. Reverence
38. Self-Control
39. Sweet, even Temper
40. Truthfullness
Physical Habits
41. Usefulness
42. Alertness to Seize Opportunities
43. Fortitude
44. Health
45. Managing One’s Own Body
46. Music
47. Outdoor Life
48. Quick Perception of Senses
49. Self-Control in Emergencies
50. Self-Dicipline in Habits
51. Self-Restraint in Indulgences
52. Training the Ear and Voice
dan selanjutnya berkaitan dengan ibadah agama kristen sesuai dengan agamanya Charlotte Mason.
Diambil dari :
- Serpihan-serpihan diskusi tentang Konsep Pendidikan ala Charlotte Mason yang dipandu oleh Ellen Christi
- Smooth and Easy Days